*Pandiran Warung: _"Manakar bawang..."_*
Hampir dua puluh tahun silam, kami pernah usaha kios sembako kecil-kecilan. Tidak bertahan lama sebab kendala utama kios sembako ada di lingkungan banyaknya rumah sewa (bidakan) agak sulit bertahan karena sulitnya mempertahankan perputaran modal. Selain mungkin kami tidak mahir dalam soal jualan sejenis.
Bagaimanapun, meski terbilang sebentar, pengalaman jadi penjual sembako di awal-awal pernikahan kami memberi pelajaran dan pengalaman berharga. Terkhusus bawang. Iya, bawang merah. Ada kisah soal teknik menjual bawang merah ini sebab ada strategi psikologi dalam proses penjualannya.
Soal trik psikologi _manakar bawang_ ini seringkali saya jadikan bahan obrolan dengan kawan. Sederhananya, ketika memasukkan jumlah bijian bawang ke wadah timbangan, maka masukkan sejumlah kurang dari berat besi penyeimbangnya atau dari berat pesanan pembeli sehingga posisi masih berat _batu dacing._ Ini butuh pengalaman sebab memperkiraan besaran _tuyukan_ bawang kurang dari berat pesanan tidak mudah. Karena posisi antara bawang dan batu dacing belum seimbang, maka langkah keduanya adalah menambahkan sesiung demi sesiung bawang sampai pada posisi antara bawang dengan berat _batu dacing_ sejajar dan jika perlu ditambah lagi bonus satu atau dua siung sebagai penutup dan terlihat takaran bawang di wadah sedikit lebih berat dari porsi timbangan yang diinginkan.
Proses ini harus dilakukan di hadapan pembeli karena memang sengaja diperlihatkan. Secara psikologi _marketing_ akan punya efek berbeda dibanding pada saat penimbanganan kita mengambil sebagian bawang yang sudah penuh di wadah timbangan dengan tujuan mengurangi berat agar seimbang dengan berat _batu dacing._ Aktifitas menambah atau mengurangi jumlah bawang dalam wadah timbangan itulah kunci trik ini. Meskipun hakikatnya secara takaran sama sesuai dengan permintaan pembeli.
Trik _manakar bawang_ ini mestinya bisa dijadikan strategi dalam banyak hal semisal proses kontestasi pilkada saat ini. Di Barabai misal, ring pertarungan yang hanya diisi dua petarung sampai hari ini hanya sebatas menarasikan hal-hal normatif. Bahkan sebagiannya absurd. Aksi dan isu yang dimainkan cenderung basi dan tidak relevan dengan kondisi saat ini. Paslon hanya sibuk pencintraan dan membangun popularitas. Belum terdengar bicara hal-hal urgen semisal strategi solusi terhadap rendahnya PAD, penciptaan lapangan kerja, strategi perbaikan ekonomi dan seumpamanya yang bersifat konkrit dan langsung menyentuh persoalan mendasar masyarakat.
Meskipun kita semua menyadari, dalam politik jelas tak bisa lepas dari janji. Namun janji itulah yang hakikatnya menjadi pengawal nantinya ketika paslon itu terpilih. Integritas dan loyalitas mereka akan diuji dari janji yang pernah ia berikan. Seperti _manakar bawang_ tadi, kita pun pasti paham dalam kondisi rendahnya PAD di HST, bahwa siapapun yang memenangkan pertarungan perjalanan kekuasaannya akan sama takarannya selama lima tahun kelak. Yang akan membedakan adalah implementasi dan realisasi pada program-program yang terstruktur melalui serangkaian strategi jitu yang dimiliki. Tapi ingat, sisakan sebagiannya dan realisasikan tanpa banyak bicara maka masyarakat pemilih akan cenderung antusias dengan perhelatan pilkada ini.
Jika hanya bermain di wilayah-wilayah pencitraan atau memakai gaya kepemimpinan Mulyono selama 1 dekade semalam, ya konyol. Di sana sini, misal, koar-koar bicara janji-janji politik basi _sampai babuihan muntung mana sapalih jubung pandir,_ maka paslon ini tak ubahnya jualan bawang yang ingin menyamakan garis timbangan dengan mengurangi sebagian siung yang sudah ada dalam wadah timbangan.
Artinya, ia hanya mengulangi kesalahan cara-cara rezim pendahulunya. Trik psikologi _manakar bawang_ ini jauh lebih baik karena seandainya hasil akhirnya pun tetaplah sama tetapi bagi masyarakat yang akan dan terlanjur memilih serasa sempat memiliki sepercik harapan akan perbaikan. Positifnya, perjalanan kekuasaan akan lebih mendapat support sosial dan boleh jadi mampu meminimalisir kekecewaan andai banyak janji yang tak bisa ditepati.
Silakan berjanji di tiap momen kampanye, tetapi sisakan sedikit ruang untuk nanti dijadikan aksi. Sehingga andaipun tidak bisa semua janji ditepati, tetapi ada 'sesiung demi sesiung bawang' yang bisa menutupi ketidaktepatan sebagian janji itu sebab trik _manakar bawang_ secara psikologi akan mampu menciptakan antusiasme dan juga pemakluman yang jauh lebih baik tinimbang _jubung pandir wara_ tapi setelah berkuasa tak mampu merealisasikan janji-janji yang kadung terucapkan.
_(Kayla Untara, 05/10/2024)_
Komentar
Posting Komentar