*Pandiran Warung; _“Kada cukup piluru…”_*


Menyimak debat Cabup-cawabup Hulu Sungai Tengah tadi malam, _ulun_ teringat momen beberapa tahun silam ketika disukusi ILC Tv One terkait rencana debat Pilpres yang mana kala itu menghadirkan komisioner KPU (Wahyu Setiawan) dan Bung Rocky Gerung. Rocky mengkritisi dengan tajam langkah KPU yang memberikan (beberapa hari sebelum agenda debat) berupa kisi-kisi pertanyaan yang nantinya dijadikan bahan debat. Alasan ketua KPU waktu itu dalam narasinya menggunakan dalil; _“Untuk menyelamatkan wajah Paslon (capres/cawapres) agar tidak dipermalukan atau dibuat malu”_. Seperti kita ketahui saat itu Pilpres diikuti dua paslon, Jokowi Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga. Rocky kemudian meminta semua melihat ke dua poster besar dua paslon lantas bertanya pada KPU dengan tajam; _“Dari empat wajah itu, yang berpotensi memalukan publik yang mana?”_ 


Momen ini hadir ketika KPU membuat skema debat yang berbeda dari sebelumnya ditambah dengan adanya pembagian kisi-kisi pertanyaan hingga akhirnya membuat kegaduhan publik. Ketika ditanya seperti itu oleh Rocky, KPU malah mencoba bermain lidah dengan menjawab; _“Keempat-empatnya adalah putra terbaik bangsa, Bung Rocky…”_


Tentu jawaban ini ditertawakan dan direspon keras oleh Rocky lantas ditutup dengan kalimat satire ala Rocky yang tak kalah tajam; _“..You tidak usah jawab, kasih kisi-kisinya aja!”_  Yang kemudian disambut tepuk tangan dan gelak tawa penonton ILC hari itu. 


Pilkada serentak hari-hari terakhir ini yang diisi dengan rangkaian Debat Paslon oleh KPU entah kenapa terasa datar dan hambar sebagaimana sebelum-sebelumnya. Hampir tidak ada keseruan _“kalahi pandir”_ sebagaimana yang dibayangkan publik. Tidak ada silang argumen yang terjadi sebagaimana mestinya acara debat. Bahkan lucunya, ada debat pilkada di satu daerah yang terkesan konyol jalannya. Beberapa potongan-potongan video debat mempertontonkan paslon kepala daerah yang tidak paham istilah-istilah akademis. Dalam video yang beredar di mana dalam penyampaian si paslon menyebutkan dengan bangga dan tegas akan _menaikan inflasi ekonomi_ di daerah dalam programnya. Setali tiga uang barangkali dengan seseorang yang dulu pernah keseleo lidah menyebutkan asam sulfat buat bayi. Ada pula debat paslon di mana diberi waktu saling bertanya  antar paslon oleh moderator malah tidak mengajukan pertanyaan dengan dalil “kita, kami semua teman…” atau seumpamanya. Belum lagi yang mestinya peserta debat harus melemahkan argumen (jawaban) lawannya malah tidak terjadi. Yang terjadi justru saling memuji dan saling mengiyakan. Di banua sendiri kita bisa lihat bagaimana ketika debat Cagub-Cawagub Kalsel kemaren sama-sama membawa “krepean catatan” saat debat berlangsung.      


Sudahlah diberi kisi-kisi pertanyaan, sudah diberi ijin membawa catatan jawaban pula, konyolnya masih ada saja yang asbun. Asal bunyi. Sampai terjebak pada momen _lain gatal lain digaru_ sebagaimana debat tadi malam antara paslon AMAN dan Rijal-Rosyadi. 


Jauh sebelum debat Pilkada Hulu Sungai Tengah tadi malam, di masyarakat sudah berkembang _pamandiran_ bahwa akan terjadi “jomplang” dalam konteks kemampuan _public speaking_ antara Paslon 01 dan 02. Terutama antar cabup. 

Terbukti tadi malam, Rijal selain membaca “catatan” maka selebihnya (hampir) kacau. _Ngalor ngidul,_ kata orang seberang sana. Jika sudah begitu, maka akan keluar mantra pamungkas; _“selanjutnya, pa Ustad Rosyadi akan menambahkan…”._ 


Meski Rosyadi memiliki kemampuan komunikasi yang jauh lebih baik dari pasangannya, tetapi kesempatan berbicara dengan hanya memakai sisa waktu setelah Rijal sudah dipastikan tidak akan maksimal. Sedang Aulia yang diketahui memiliki kemampuan komunikasi mumpuni ditambah pengalamannya sebagai politisi sekaligus petahana tentu sulit diimbangi Rijal yang masih tergolong “anak bawang” dalam urusan politik. Mansyah (cawabup) yang duduk (atau tepatnya; berdiri) manis di samping Aulia hampir tidak memberikan paparan apapun selain hal-hal receh. Gaya dan gestur Mansyah masih sama sebagaimana debat pilkada sebelumnya. Panggung 01 mau tak mau harus dikuasai Aulia. Nah, menariknya selama debat(?) berlangsung, kesan yang muncul adalah debat(?) antara Cabup 01 dan cawabup 02.   


Alhasil, setelah nonton dan menyimak beberapa kali statement maupun respon atau jawaban masing-masing paslon, ulun tiba-tiba ingat momen acara ILC yang di awal tadi ulun ceritakan. Tapi dalam konteks ini, _yang manuntun yang asa supan._ Entah, kenapa. 


Paparan Visi Misi kedua paslon terbilang masih normatif. Program-program yang ditawarkan pun masih belum tergolong inovatif. Sebagiannya, ulun pribadi menilai, malah terasa kurang relevan atau setidaknya hanya meneruskan program yang ada dan sudah dilakukan. Tidak salah, memang. Tapi bahwa harus ada peningkatan yang lebih kreatif serta inovatif jadi harapan banyak pihak.


Di sesi tanya jawab antar paslon terasa sekali _lain gatal lain digarunya_ dan pastinya tidak ada saling serang argumentasi. Tidak terjadi dialektika dalam forum yang konon katanya debat paslon. Ulun malah seringkali terngiang-ngiang momen diskusi Rocky dengan KPU yang tadi itu. Hadir di ruang publik, berkeinginan menjadi pejabat publik maka _mun kada cukup piluru_ akan sulit memaparkan ide dan gagasan dengan baik terlebih tanpa orisinalitas dari paslon itu sendiri. 


Bagaimanapun, dua paslon inilah yang mau tak mau akan dipilih nanti pada waktunya. Paling tidak, debat perdana ini bisa dijadikan referensi awal, paslon mana yang memiliki kapasitas dan kapabilitas membawa Hulu Sungai Tengah lebih baik lima tahun ke depan. Kita tinggal tunggu aksi dan sesi debat selanjutnya sambil boleh saja terkadang _bapusut dada._


_To be continued…_

_(Kayla Untara, 04/11/2024)_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosok Muhammad Edwan Ansari atau Abah Rafli sang Relawan Sosial Kemanusiaan, Dakwah dan aktivis Idealis